Menjadi Remaja Antitoxic

Istilah toxic sedang marak didengar akhir-akhir ini, ya kan? Entah dari mana asal mulanya, kita ikut-ikutan aja menggunakan kosa kata tersebut. Bener sudah tahu artinya? Hehe..
Tak jarang, kita sudah ikut-ikutan terbawa memberi label toxic kepada orang di sekitar kita. Parahnya, ada seorang anak berani memberikan label toxic kepada orang tuanya.
Secara asal bahasa, toxic artinya ‘racun’. Tapi, maknanya kemudian yang bergeser menjadi istilah bagi orang yang dianggap “menyulitkan”. Maka muncul frasa “teman toxic”, “orang tua toxic”, “guru toxic”, “murid toxic”, “hubungan toxic”, dan seterusnya.
Teman yang menyusahkan dicap sebagai “racun”. Guru yang memberi tugas susah-susah langsung dianggap tidak adil. Bahkan, orang tua yang jasanya paling luar biasa besar dalam kita hidup anak juga dilabeli sebagai “penghambat” karena kita anggap orang tua tidak bisa mengerti kemauan seorang anak.
Sebelum memberikan label toxic kepada orang, mestinya kita filter pikiran terlebih dahulu. Jangan terburu-buru meremehkan orang lain, sebelum datang penyesalan di kemudian hari.
Sebagai Muslim yang meneladani Rasulullah saw. kita perlu menengok dan bertanya pada sejarah, apakah dalam hidup Rasulullah saw. pernah ada orang toxic? Jika ada, bagaimana sikap beliau.
Tentu saja, Rasulullah saw. hidup dikelilingi oleh para penentang ajarannya. Bayangkan, ketika Rasulullah saw. mengajarkan suatu kebaikan, pamannya yang bernama Abu Lahab membuntuti dari belakang lalu berkata, “Jangan mau dengar ajaran yang tadi kepokananku katakan. Dia hanyalah orang gila pembual dan tukang sihir.”
Bukan hanya paman Beliau saw. yang bernama Abu Lahab saja yang berbuat toxic kepada Rasulullah saw. dan para Sahabat. Banyak perlakuan toxic dari orang lain yang beliau saw. terima. Sedihnya.
Ketika kita sedang berusaha berbuat baik, ternyata ada keluarga dekat kita yang menggembosi usaha kita secara terang-terangan. Digembosi secara sembunyi-sembunyi saja sakitnya tak berdarah, apalagi yang digembosi secara terang-terangan. Digembosi orang lain yang tidak ada hubungan apa-apa saja kita merasa marah dan sedih, apalagi digembosi oleh keluarga terdekat kita. Itulah secuil contoh perjuangan dakwah Rasulullah saw. yang kadang kita lupa meresapi makna di balik setiap kisahnya.
Lalu, bagaimana sikap Rasulullah saw. menghadapi orang-orang tocix di sekitar beliau? Apakah Beliau saw. langsung menyebarkan ke para Sahabatnya, misal “Hai, jangan mau bergaul sama dia, dia itu toxic lho.” Apakah Beliau saw. mengajak berkelahi dan marah-marah ketika orang-orang toxic itu melukai perasaannya?
Tentu saja jawabannya kita tahu, tidak. Allah swt. berikan kesabaran paripurna kepada Rasulullah saw. Hingga yang Rasulullah saw. lakukan adalah cukup menjauh (jaga jarak) dari orang-orang toxic tersebut, bukan membalasnya. Bahkan, beliau mendoakan agar orang toxic itu mendapat hidayah dari Allah swt..
Walau iman dan amal kita belum setinggi Rasulullah saw., kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki pola pikir dan menata hati dan pikiran kita. Allah swt. tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia, bahkan menciptakan daun yang jatuh dari tangkainya pasti ada maksud dan tujuannya. Begitu pula dengan takdir kita. Orang-orang di sekitar kita ada karena izin Allah saw. semata. Maka, bersabarlah dengan orang-orang toxic di sekitar kita. Itu tempaan yang Allah hadirkan agar kita jadi manusia hebat di kemudian hari.
Rasulullah saw. tidak pernah memberi label toxic kepada penentang-penentang Beliau. Jadi, kita mesti hati-hati, tidak mudah memberi label toxic kepada orang lain. Mungkin, kita hanya belum paham cara komunikasi efektif dengan dia. Mungkin kita terlalu overthingking (buruk sangka). Mungkin ini latihan kita untuk menjadi lebih kuat dan bersabar. Pandai-pandailah berbaik sangka, karena selalu ada seribu alasan untuk berbaik sangka, terutama kepada sesama muslim. Teman kita muslim kan? Guru kita muslim kan? Ayah Ibu kita muslim kan? Ayolah, dilatih berbaik sangka dulu sebelum buruk sangka menilai orang lain.
Saling belajar bagaimana cara berkomunisi efektif, sehingga keinginan kita bisa dipahami orang lain dan kira mau mengengar memahami orang lain.
Hal kedua yang kita lakukan ketika bertemu orang toxic adalah menjaga jarak. Seperti yang Rasulullah saw. contohkan, tidak membalas kejelekan dengan kejelekan, misal menyebarkan gosip. Kita bisa mejauh sementara waktu dengan tujuan menghindari dampak negatif yang lebih besar. Menjauh di sini bisa dimaknai dengan menjauhkan pikiran negatif. Intinya, sabar.
Jauhi prasangka buruk. Jangan turuti ajakan teman untuk berbuat tidak baik. Cukup diam dan menolak dengan kalimat yang baik. Kerjakan apa yang menjadi prioritas agar kita fokus pada hal-hal baik yang diridai Allah awt. dan Rasul saw.
Tentu saja, sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Tetapi, kita tidak bisa memaksakan orang lain agar sesuai kehendak kita. Bagian kita adalah mengatur hidup diri kita sendiri. Sementara hati harus bisa kita kendalikan untuk selalu bersabar dan berbaik sangka.
===================
*Disusun oleh Harafi Caesarina N. F., M. Pd., guru mapel IPA SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.
Share This Post To :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
- GENERASI ANTI GAMON
- Mengapa Kurikulum Harus Berubah
- Sebuah Kumpulan Puisi: Indahnya Negeriku
- Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang Tak Lekang oleh Waktu
- Risalah Hati: Berladang Kebaikan
Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas :
Komentar :
![]() ![]() Terimakasih Bu Harafi artikelnya memberikan masukan informasi kepada kita semua. Untuk bisa mempengaruhi pola pikir siswa, tidak bisa hanya dengan nasihat tetapi juga harus dengan keteladanan dan untuk diteladani siswa kita harus bisa menjadi idola bagi mereka. Tugas guru bukan sekedar sebagai pengajar, tetapi kita juga harus sebagai pendidik yg harus mengisi pikiran dan hati anak didik kita. Sehingga tujuan menjadikan siswa-siswi yg beriman, bertaqwa kepada Alloh SWT dan berahklaq mulia dapat terwujud |
![]() ![]() |
![]() ![]() Terimakasih Bu Harafi, bagu teman2 yg belum kenal, penulis adalah guru IPA di SMP MUTU PWT, tulisannya menjadikan kita paham apa itu toxic yaa .jadi hati2 kalau mau bergaul, boleh dg siapapun.. tp carilah teman bergaul yg busa saling mengisi kebaikan... |
Kembali ke Atas